”Aku bisa . . . .
Fast”
Di sebuah jalan berukuran dua meter dengan beberapa lampu jalan yang
menerangi beberapa pengendara motor yang lewat. Terlihat seorang gadis
berpakaian putih abu – abu yang sedang membawa dua kantong plastik hitam yang
berukuran sedang dan sebuah tas slempang di bahu kirinya, memasuki sebuah halaman rumah yang
tampak suram yang hanya diterangi lampu yang mungkin hanya berukuran 25 watt.
Setelah mengaduk – aduk tas slempang yang ia bawa dan sedikit mengeluh akhirnya
ia bisa menemukan apa yang ia cari, sebuah kunci berukuran kecil model kuno
sesuai rumahnya dengan sebuah gantungan mickey mouse yang sudah kusam.
Dengan sedikit tergesa ia menuju dapur, setelah menyalakan beberapa saklar
lampu utama sehingga terlihat sebagian besar bentuk rumah itu, rumah tua dengan
2 kamar, 1 kamar mandi dan 3 ruang utama yang terdiri dari ruang tamu, dapur
dan sebuah ruang yang sepertinya difungsikan sebagai ruang serbaguna karena
terdapat banyak barang disana dari yang bekas berkarat sampai yang masih terbungkus
plastik.
” Kring . . .kring . . .kring . . .” terdengar suara telepon dari ruang
serbaguna itu. Gadis berbaju putih abu – abu itu langsung berlari menuju meja
telepon.
” Halo . . .” ucap gadis itu
” Sasti tolong ambilkan catatan putih dimeja-ku!!” ucap orang
diseberang dengan sedikit berteriak atau lebih tepatnya benar - benat berteriak
tanpa permisi.
Karena sedikit terkajut, gadis yang
bernama Sasti itupun hanya bisa berkata,
” Hah? Apa . .. ” belum selesai ucapannya gadis diseberang sudah memotong
ucapannya,
“ Aduh, bodoh!! Aku bilang ambilkan catatan putih diatas mejaku aku butuh
sekarang cepat!!!” bentak gadis diseberang sana.
“ Iya ... iya tunggu
... aku ...” lagi – lagi gadis diseberang sana sudah memotong ucapannnya lagi ,
“ Jangan banyak bicara, cepat!!!” teriak
gadis itu dengan suara sedikit bergetar seperti menahan marah. Tanpa ba bi bu
lagi Sasti langsung melesat ke dalam sebuah kamar yang paling ujung, celingukan
Ia mencari catatan yang dimaksud oleh Fasti kakak kembarnya. Akhirnya ketemu, ucap Sasti dalam hati.
~~$$~~
“ Sasti!!! Kemari cepet!!” teriak Fasti dari kamarnya.
Sasti yang baru menutup sekitar jam
23.00 tadi, tergeragap bangun dari tempat tidur dan berusaha untuk menyadarkan
dirinya, ia menengok jam wekernya, masih
jam 03.00 pagi, pikirnya. Tapi belum genap kesadarannya pulih, Fasti sudah
berteriak dari kamarnya meminta Sasti untuk cepat datang, membuat Sasti yang
belum sepenuhnya sadar segera berlari tanpa melihat ada kursi yang melintang
didepannya .......
”BUGHHH!! Aduh . . . ” , suara bedebam benda keras, diikuti dengan suara
mengaduh dari Sasti.
” Ada apa, Fas? Kok mas . . .” belum selesai Sasti
bicara, Fasti sudah memotong.
“ Setrika semua baju yang ada diatas kasur itu, dan packing semuanya kedalam tas hitam dilemari!”
Sasti menatap baju yang ada diatas kasur dan,
hahhh . . . sebanyak itu???, batin
Sasti.
“ Apa gak bisa besok ya? Ini kan masih pagi buta. Memangnya kamu mau kemana
Fas?” tanya Sasti sedikit memohon.
” Tidak bisa harus sekarang soalnya, nanti jam 04.30 aku sudah harus pergi
buat praktek di Sukabumi.” ucap Fasti ringan tapi tegas.
Sasti melihat baju diatas kasur dan membandingkan waktu yang Ia miliki, hahh kalau segini banyaknya dan waktunya
cuma ± 1 jam, waduh bisa
gak rapi niy bajunya Fasti . . . keluh Sasti tapi cuma dalam hati. Dengan
berat hati Sasti pun mengambil semua baju Fasti yang ada di kasur dan
membawanya ke ruang tengah untuk disetrika. Belum sampai kakinya melangakah
dari kamar Fasti tiba – tiba saudaranya itu bertanya padanya,
” Kamu mau kuliah dimana, Sas?” tanya Fasti tanpa memalingkan mukanya dari
laptop Acer-nya.
Sasti yang terkejut dengan pertanyaan itu sedikit tergeragap saat
menjawabnya.
”Hah? Eh Aku ingin sekali bisa kuliah di kedokteran seperti kamu Fas,” Jawab Sasti lembut, tapi Fasti bisa mendengar ada kesungguhan dalam suara Sasti.
”Hah? Eh Aku ingin sekali bisa kuliah di kedokteran seperti kamu Fas,” Jawab Sasti lembut, tapi Fasti bisa mendengar ada kesungguhan dalam suara Sasti.
” Heh? Kedokteran? Bukannya kau itu anak IPS-ya? Hehh . . ” ucap Fasti
sambil melirik Sasti dari sudut matanya yang membuat Sasti tertekan karena
dilihat seperti itu.
~~$$~~
Sasti tak bisa konsen selama mengikuti pelajaran hari itu, padahal ada
pelajaran drama kesukaanya. Rico sahabat Sasti menyadari keanehan sahabatnya
itu,
” Hai Din, ada apa dengan teman sebangkumu itu? Tumben – tumbenan pelajaran
Pak Gio dia diam aja, padahalkan biasanya dia udah kayak cacing kepanasan cari
perhatian.” Tanya Rico saat Sasti pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan
buku yang dia pinjam.
” Mana ku tahu, Ric. Kan yang dekat dengan Sasti bukan aku!” ucap Dina
sambil mendelik pada Rico. Rico yang merasa terpojok akhirnya hanya bisa
berkata ,
” iya . . . iya . . . Aku akan langsung bicara dengannya!”
” Baguslah, kan yang pacar Sasti itu kamu bukan Aku. He he he . . .” ledek Dina melihat sikap
Rico yang sangat peduli dengan Sasti.
“ Apa? Apa kau bilang tadi?” tantang Rico, Dina yang dipelototin kayak gitu
langsung kabur keluar kelas. Sedangkan Rico masih bengong ditempatnya
memikirkan ucapan Dina sampai Ia memutuskan untuk pergi mencari Sasti.
Rico bukan orang yang bisa dibilang tampan tapi Ia mempunyai otak yang
cukup encer di jurusan IPS ini. Dia terkenal dekat dengan Sasti sampai
terdengar kabar bahwa mereka mempunyai hubungan yang khusus. Rico sendiri tidak
ambil pusing karena ”Siapa coba yang gak
mau di gosipin sama cewek cantik macam Sasti.” Begitu prinsip Rico. Tapi
sebenarnya Rico memang menyimpan sedikit rasa pada gadis cantik berambut gelap
itu. Ya, walaupun dia tahu bahwa perasaanya itu tak terbalas karena setiap kali
Rico menyinggung hal itu didepan Sasti pasti anak itu akan tertawa dan tak
pernah menganggap ucapan Rico sebagai sesuatu yang serius.
” SASTI, ayo lagi ngelamunin aku ya?” teriak Rico mencoba mengagetkan Sasti,
yang berada di bangku taman sekolah sekembalinya dari Perpustakaan. Tapi
bukannya tawa renyah dari Sasti yang Ia dengar tapi malah pelototan dan kepalan
yang ia dapat. Melihat reaksi Sasti yang seperti itu membuat Rico sadar bahwa
sahabatnya yang satu itu sedang tidak enak hati.
” Heh, maaf. Kamu kenapa sih Sas? Tidak biasanya kamu diam aja waktu
pelajaran Pak Gio, terus kamu juga cemberut terus dari tadi? Cerita dong kalau
ada masalah Sas.” ucap Rico pelan, tapi Sasti bisa mendengar kesungguhan dari
suaranya.
” Menurut kamu, mimpi aku jadi seorang dokter itu mustahil ya?” ucap Sasti
lirih....
wait the next one...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar