Jumat, 01 Maret 2013

”Aku bisa . . . . Fast”


 
”Aku bisa . . . . Fast” 

Di sebuah jalan berukuran dua meter dengan beberapa lampu jalan yang menerangi beberapa pengendara motor yang lewat. Terlihat seorang gadis berpakaian putih abu – abu yang sedang membawa dua kantong plastik hitam yang berukuran sedang dan sebuah tas slempang di bahu kirinya, memasuki sebuah halaman rumah yang tampak suram yang hanya diterangi lampu yang mungkin hanya berukuran 25 watt. Setelah mengaduk – aduk tas slempang yang ia bawa dan sedikit mengeluh akhirnya ia bisa menemukan apa yang ia cari, sebuah kunci berukuran kecil model kuno sesuai rumahnya dengan sebuah gantungan mickey mouse yang sudah kusam.
Dengan sedikit tergesa ia menuju dapur, setelah menyalakan beberapa saklar lampu utama sehingga terlihat sebagian besar bentuk rumah itu, rumah tua dengan 2 kamar, 1 kamar mandi dan 3 ruang utama yang terdiri dari ruang tamu, dapur dan sebuah ruang yang sepertinya difungsikan sebagai ruang serbaguna karena terdapat banyak barang disana dari yang bekas berkarat sampai yang masih terbungkus plastik.
” Kring . . .kring . . .kring . . .” terdengar suara telepon dari ruang serbaguna itu. Gadis berbaju putih abu – abu itu langsung berlari menuju meja telepon.
            ” Halo . . .” ucap gadis itu
            ” Sasti tolong ambilkan catatan putih dimeja-ku!!” ucap orang diseberang dengan sedikit berteriak atau lebih tepatnya benar - benat berteriak tanpa permisi.
            Karena sedikit terkajut, gadis yang bernama Sasti itupun hanya bisa berkata,
            ” Hah? Apa . .. ” belum selesai ucapannya gadis diseberang sudah memotong ucapannya,
            “ Aduh, bodoh!! Aku bilang ambilkan catatan putih diatas mejaku aku butuh sekarang cepat!!!” bentak gadis diseberang sana.
            “ Iya ... iya tunggu ... aku ...” lagi – lagi gadis diseberang sana sudah memotong ucapannnya lagi , “ Jangan banyak bicara, cepat!!!” teriak gadis itu dengan suara sedikit bergetar seperti menahan marah. Tanpa ba bi bu lagi Sasti langsung melesat ke dalam sebuah kamar yang paling ujung, celingukan Ia mencari catatan yang dimaksud oleh Fasti kakak kembarnya. Akhirnya ketemu, ucap Sasti dalam hati.

~~$$~~

            “ Sasti!!! Kemari cepet!!” teriak Fasti dari kamarnya.
            Sasti yang baru menutup sekitar jam 23.00 tadi, tergeragap bangun dari tempat tidur dan berusaha untuk menyadarkan dirinya, ia menengok jam wekernya, masih jam 03.00 pagi, pikirnya. Tapi belum genap kesadarannya pulih, Fasti sudah berteriak dari kamarnya meminta Sasti untuk cepat datang, membuat Sasti yang belum sepenuhnya sadar segera berlari tanpa melihat ada kursi yang melintang didepannya .......
”BUGHHH!! Aduh . . . ” , suara bedebam benda keras, diikuti dengan suara mengaduh dari Sasti.
” Ada apa, Fas? Kok mas . . .” belum selesai Sasti bicara, Fasti sudah memotong.
“ Setrika semua baju yang ada diatas kasur itu, dan packing semuanya kedalam tas hitam dilemari!” Sasti menatap baju yang ada diatas kasur dan,  hahhh . . . sebanyak itu???, batin Sasti.
“ Apa gak bisa besok ya? Ini kan masih pagi buta. Memangnya kamu mau kemana Fas?” tanya Sasti sedikit memohon.
” Tidak bisa harus sekarang soalnya, nanti jam 04.30 aku sudah harus pergi buat praktek di Sukabumi.” ucap Fasti ringan tapi tegas.
Sasti melihat baju diatas kasur dan membandingkan waktu yang Ia miliki, hahh kalau segini banyaknya dan waktunya cuma ± 1 jam, waduh bisa gak rapi niy bajunya Fasti . . . keluh Sasti tapi cuma dalam hati. Dengan berat hati Sasti pun mengambil semua baju Fasti yang ada di kasur dan membawanya ke ruang tengah untuk disetrika. Belum sampai kakinya melangakah dari kamar Fasti tiba – tiba saudaranya itu bertanya padanya,
” Kamu mau kuliah dimana, Sas?” tanya Fasti tanpa memalingkan mukanya dari laptop Acer-nya.
Sasti yang terkejut dengan pertanyaan itu sedikit tergeragap saat menjawabnya.
            ”Hah? Eh Aku ingin sekali bisa kuliah di kedokteran seperti kamu Fas,” Jawab Sasti lembut, tapi Fasti bisa mendengar ada kesungguhan dalam suara Sasti.
” Heh? Kedokteran? Bukannya kau itu anak IPS-ya? Hehh . . ” ucap Fasti sambil melirik Sasti dari sudut matanya yang membuat Sasti tertekan karena dilihat seperti itu.

~~$$~~

Sasti tak bisa konsen selama mengikuti pelajaran hari itu, padahal ada pelajaran drama kesukaanya. Rico sahabat Sasti menyadari keanehan sahabatnya itu,
” Hai Din, ada apa dengan teman sebangkumu itu? Tumben – tumbenan pelajaran Pak Gio dia diam aja, padahalkan biasanya dia udah kayak cacing kepanasan cari perhatian.” Tanya Rico saat Sasti pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang dia pinjam.
” Mana ku tahu, Ric. Kan yang dekat dengan Sasti bukan aku!” ucap Dina sambil mendelik pada Rico. Rico yang merasa terpojok akhirnya hanya bisa berkata ,
” iya . . . iya . . . Aku akan langsung bicara dengannya!”
” Baguslah, kan yang pacar Sasti itu kamu bukan Aku. He he he . . .” ledek Dina melihat sikap Rico yang sangat peduli dengan Sasti.
“ Apa? Apa kau bilang tadi?” tantang Rico, Dina yang dipelototin kayak gitu langsung kabur keluar kelas. Sedangkan Rico masih bengong ditempatnya memikirkan ucapan Dina sampai Ia memutuskan untuk pergi mencari Sasti.
Rico bukan orang yang bisa dibilang tampan tapi Ia mempunyai otak yang cukup encer di jurusan IPS ini. Dia terkenal dekat dengan Sasti sampai terdengar kabar bahwa mereka mempunyai hubungan yang khusus. Rico sendiri tidak ambil pusing karena ”Siapa coba yang gak mau di gosipin sama cewek cantik macam Sasti.” Begitu prinsip Rico. Tapi sebenarnya Rico memang menyimpan sedikit rasa pada gadis cantik berambut gelap itu. Ya, walaupun dia tahu bahwa perasaanya itu tak terbalas karena setiap kali Rico menyinggung hal itu didepan Sasti pasti anak itu akan tertawa dan tak pernah menganggap ucapan Rico sebagai sesuatu yang serius.

” SASTI, ayo lagi ngelamunin aku ya?” teriak Rico mencoba mengagetkan Sasti, yang berada di bangku taman sekolah sekembalinya dari Perpustakaan. Tapi bukannya tawa renyah dari Sasti yang Ia dengar tapi malah pelototan dan kepalan yang ia dapat. Melihat reaksi Sasti yang seperti itu membuat Rico sadar bahwa sahabatnya yang satu itu sedang tidak enak hati.
” Heh, maaf. Kamu kenapa sih Sas? Tidak biasanya kamu diam aja waktu pelajaran Pak Gio, terus kamu juga cemberut terus dari tadi? Cerita dong kalau ada masalah Sas.” ucap Rico pelan, tapi Sasti bisa mendengar kesungguhan dari suaranya.
” Menurut kamu, mimpi aku jadi seorang dokter itu mustahil ya?” ucap Sasti lirih....

wait the next one...