Yang terlupa tapi, sangat berarti untuk Mereka
Mungkin pagi hari dengan sinar matahari yang menyinari jendela kamar kita
akan terasa membosankan atau malah memuakkan bagi kita. Tapi pernahkah kita
berpikir bahwa mungkin bagi mereka
pengungsi Merapi, korban tsunami di mentawai atau banjir di Wasior hal ini
terasa sangat berarti bagi mereka. Karena bisa melihat mentari pagi membuat
mereka tahu bahwa masih ada harapan untuk mereka.
Saat
kita bangun di pagi hari dan tubuh seperti rasanya tak ingin bangun, kita
mengumpat kenapa harus sekolah, kenapa kita harus bangun pagi. Bukankah akan
lebih baik jika sekolah itu tidak ada, tak akan ada pelajaran, PR, dan seragam
yang sama selama bertahun – tahun. Tapi pernahkah kita berpikir bahwa masih ada
banyak anak yang jauh lebih tidak beruntung dibanding kita. Mereka rela kerja
keras untuk memastikan bahwa ada makanan yang akan mereka makan untuk hari ini,
dan mereka yang rela menukar apapun yang mereka memiliki untuk bisa sekolah,
mendapatkan ilmu seperti kita.
Saat
kita keluar rumah, tak pernah terpikir oleh kita untuk berbalik dan memandang
rumah kita. Karena kita sering menganggap bahwa tempat yang kita tinggali itu
tidak pantas untuk menghentikkan langkah kita dan membuat kita memandangnya.
Tetapi pernahkah terpikir oleh kita bahwa banyak orang yang ada diluar sana,
yang rela mengubur diri mereka hidup – hidup hanya untuk mempertahankan rumah
yang mereka tinggali. Walaupun tempat itu hanyalah sebuah bangunan yang
berdindingkan triplek bekas dan beralaskan tanah.
Kita
sering iri jika melihat teman kita mempunyai handphone yang canggih, bisa untuk
kamera, bisa akses internet, dan punya fitur – fitur lainnya yang lebih
canggih. Tapi pernahkah kalian berpikir saat kita merengek pada orang tua kita
untuk dibelikan handphone yang lebih canggih seperti blackberry atau mengganti
handphone kita yang terasa jadul dengan yang baru. Ada ribuan orang lainnya
yang rela menjual handphone mereka untuk memastikan bahwa keluarganya bisa
makan cukup walau sebungkus nasi putih dengan sepotong tempe.
Kita
merasa dingin, jika hujan mengguyur tempat kita tinggal dan kita mengeluh
kenapa hari ini harus hujan. Karena acara kita terganggu atau hujan ini membuat
kita basah dan kedinginan. Tapi pernahkah kita melihat orang - orang Ethiopia yang terkena bencana
kekeringan, mereka rela menukar emas ataupun ternak yang mereka miliki hanya
untuk membeli setetes air.
Sering,
kita mengeluh karena baju yang kita miliki hanya ini, ini saja. Atau karena
modelnya sudah nggak jaman atau karena warnanya sudah terasa mencolok mata atau
baunya membuat kita merasa mual padahal sebenarnya baju itu masih bisa dipakai.
Tapi pernahkah kita melihat para korban bencana alam, mereka tak punya pakaian
selain yang melekat dibadan mereka entah itu karena tersapu banjir, terseret
tsunami, hilang saat gempa bumi atau tersapu awan panas. Dan mereka menerima
semua itu tanpa mengeluh tapi dengan penuh syukur karena mereka masih bisa
hidup.
Kita
sering merasa bahwa Ayah, adalah orang yang over protektif atau kolot. Karena
Ayah sering melarang kita untuk pergi dengan orang yang tak kita kenal, karena
Ayah menyuruh kita untuk tidak pulang lebih dari jam 9 malam. Tapi pernahkah
kita berpikir berapa banyak anak dimuka bumi ini yang ingin merasakan memiliki
seorang Ayah. Seseorang yang akan mengangkat mereka saat mereka terjatuh,
seseorang yang akan selalu ada didepan mereka saat mereka menghadapi suatu
masalah, seseorang yang akan selalu menyediakan punggungnya untuk melindungi
mereka saat suatu bahaya mengancam. Atau seseorang yang akan memarahi mereka
saat mereka pulang terlambat.
Sebuah
teriakan, ocehan, omelan, bahkan sebuah cubitan sering mengiringi kehidupan
kita. Ya, Ibu dia adalah orang yang paling sering meneriaki kita saat kita
bangun siang. Dia yang sering mencubit kita saat kita benar – benar membuat
kita jengkel. Pernah kita berpikir bahwa sebaiknya bahwa Ibu itu tidak ada
entah kemana, kita selalu bersyukur saat Ibu kita pergi entah ke pasar atau
arisan. Tapi pernahkah kita berpikir ada ribuan anak lain yang rela menukarkan
nyawa yang mereka miliki untuk bisa memanggil seorang sosok yang kita kenal
sebagai Ibu.
Teman,
mungkin hal – hal seperti itu tak akan terasa istimewa bagi kita yang memiliki
semuanya. Tapi pernahkah kalian berpikir apa yang akan terjadi pada kita esok
hari. Jika sebelumnya kita berpikir bahwa para korban bencana itu terlalu
dimanja karena mereka hanya bisa menadahkan tangan untuk menunggu uluran tangan
kita.
Tapi
pernahkah kita berpikir atau mencoba mermbayangkan apa yang terjadi pada mereka.
Bagaimana jika kita kehilangan rumah, baju, atau handphone. Atau pernahkah kita
berpikir bagaiman jadinya jika kita harus bangun dan mendapati diri sedang
bersama banyak orang disebuah barak pengungsian tanpa Ayah atau Ibu kita. Memikirkannya
saja sudah membuat kita takut.
Mungkin
kita bisa membantu mereka dengan mengulurkan tangan pada mereka dan meyakinkan
mereka bahwa kita akan selalu ada untuk membantu mereka. Atau jika kita tak
bisa membantu mereka secara langsung
kita bisa membantu mereka dengan menyumbang materi atau baju – baju
bekas yang kita miliki. Tapi jika kita benar – benar tak mampu membantu mereka
secara langsung ataupun materi, mungkin hal terbaik yang bisa kita lakukan
adalah menghargai dan mensyukuri apapun yang ada dihidup kita.
Nur Raeda F.A
XI.IS.4/19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar